Saya merasa beruntung dan bersyukur bisa mendapat kepercayaan menjadi schenographer sekaligus set designer untuk karya teater musikal perdana tempat saya berkarya, PT. Puncak Keemasan Dunamis Indonesia yaitu Flower of Destiny the Musical yang baru saja pentas pada 7 September 2018 lalu di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta.
Sebuah pengalaman berharga dan banyak kesempatan belajar selama prosesnya. Dengan tidak adanya pengalaman sama sekali di bidang musikal teater, dan juga show performance apapun, saya harus belajar dari semua sumber yang ada. Belajar dari bagaimana Disney mengatur visual shownya agar indah dan menarik, belajar dari Broadway bagaimana menata komposisi sebuah stage, dan seterusnya. Wow. Belajar dan belajar banyak hal baru. Such a fun journey!
Alhasil, selama 3 bulan di awal pembuatan set dan mood Flower of Destiny, saya coba menyediakan mood atau tampilan visual yang diharapkan saat pementasan nanti. Dan berikut adalah konsep visual yang kemudian diterjemahkan dengan sangat baik oleh tim stage dan lighting director. Meski terdapat sedikit perubahan di saat pementasan, misalnya di-take-out nya sejumlah props, tapi semua tetap dalam satu nuansa yang tidak jauh berbeda dari konsep awal. Sebuah kolaborasi yang mengasyikkan. Semua yang terlibat adalah talenta-talenta muda berbakat Indonesia. Sama-sama belajar hal baru demi tujuan yang sama: mengasilkan sebuah tontonan berkelas, indah dan memiliki pesan mendalam yang positif bagi seluruh penikmat seni teater dan musik di Indonesia.
Semoga pengalaman ini menjadi modal untuk terus berkembang dalam aspek desain dalam industri hiburan di Indonesia! Enjoy.
Sinopsis cerita:
Selamat datang di Kerajaan Destindra!
Sang pewaris tunggal Destindra, Putri Aquilla, tumbuh dalam lingkup istana yang sarat berbagai aturan dan tata cara. Menjadi ratu pertama Destindra adalah suratan takdirnya. Kendati demikian, jiwa sang putri tidak dapat mengingkari hasratnya yang rindu akan kebebasan dan petualangan.
“Menjadi cahaya Destindra adalah suratan takdirmu… memimpin bangsamu ialah kehormatan di pundakmu…”, pesan ayahnya, Sang Raja Agung. Beliau mengajarkan Aquilla bahwa cahaya sejati yang bersinar dari dalam hati takkan pernah bisa dikalahkan kilau harta dunia. Kesempurnaan dan ketenangan hati Putri Aquilla terusik kala kekuatan dari kegelapan menyusup dan menggoncang seluruh Destindra, menghabisi setiap pancaran jiwa rakyat!
Akankah Sang Cahaya Destindra, Putri Aquilla, mampu mengalahkan kegelapan? Inikah akhir dari Destindra?
Scene pertama. Saat sang Ratu menyerahkan putri yang baru dilahirkannya kepada sang Raja. Momen pembukaan yang mengharukan!
Scene kedua. Aquilla, sang putri Raja, sudah beranjak dewasa. Sang Raja memperkenalkannya pada bunga abadi. Makna mendalam akan arti keindahan sejati yang tidak diukur dari tampak luarnya, tapi dari dalam diri seseorang.
Scene ketika Raja telah wafat di medan perang dan dimakamkan. Konsep semula adalah adanya penggunaan props peti di tengah panggung, tapi kemudian, mengalami perubahan.
Momen yang tidak mudah bagi Aquilla, yang baru saja ditinggal sang ayah, dan kini, mendapat banyak cibiran bernada pesimistis akan kepemimpinannya di Kerajaan Destindra. Ia pun memutuskan lari dari semua tekanan ini.
Aquilla pun tiba di pusat perkotaan, di area pasar. Banyak hal baru yang ia temui, seperti suasana yang berbeda, lebih hidup, dinamis, berwarna, dan semarak. Tapi terutama karena keunikan dan kehangatan tiap warga Destindra yang ada.
Adegan dimana Aquilla berjumpa Raka dan para orphans. Akibat kejadian di pasar yang kurang mengenakkan saat Aquilla digoda seorang pria mabuk, maka, Raka memutuskan mengajarinya ilmu bela diri.
Salah satu scene paling mengharukan dan penuh romantisme. Saat Raka dan Aquilla mulai tumbuh rasa saling menyukai satu sama lainnya. Tetapi, hanya sebatas angan-angan mereka saja.
Foto saat pementasan: Raka di atas atap panti asuhan, melamun, mulai jatuh hati pada Aquilla. Raka diperankan dengan sangat baik oleh William Wira.
Scene mencekam saat ditampilkan penjahat sebenarnya dari kisah ini, yaitu panglima tertinggi Kerajaan Destindra, yaitu Aska. Ia merencanakan sesuatu kejahatan untuk menguasai kerajaan dan membinasakan Aquilla.
Foto saat pementasan. Mood dan pencahayaan, dibuat sedekat mungkin dengan ide awal. Menambah kuat atmosfer antagonis dari karakter.

Scene ketika Aquilla mendapati para penduduk kota, termasuk anak-anak Orphans sudah menjadi batu akibat rencana biadab Aska yang menyebarkan batu bertuah ke seluruh penjuru kota.
Aquilla dan Raka pun segera mendatangi istana yang telah dikuasai Aska. Pertarungan terakhir pun tak terhindarkan.
Scene terakhir. Momen dramatis dimana cinta dan bunga abadi milik Aquilla yang mampu mengembalikan kondisi seperti sedia kala.
Jangan lupa untuk kunjungi dan follow Instagram @flowerofdestinythemusical, Akan banyak kejutan di depan! Semua demi kemajuan industri kreatif di Indonesia! Terimakasih sudah berkunjung!