The Beachbuds Project di Kreavi

Beberapa waktu lalu, pihak Kreavi mengontak saya untuk mengadakan wawancara singkat, membahas bagaimana keterlibatan dan kontribusi yang saya lakukan di Project animasi serial TV The Beachbuds (IP original milik PT. Jtoon Studios Indonesia).

Sebuah kesempatan yang baik untuk sedikit menceritakan kisah seru dan banyak pelajaran yang saya sendiri alami selama terlibat di proses produksi The Beachbuds. Sebagai environment concept artist, saya bertanggung jawab penuh bersama 2 rekan saya, dalam membangun dan menciptakan dunia fantasi nan eksotik khas Bali, di Zoobak Island juga Zoobak Resort (setting utama serial The Beachbuds).

Terimakasih Kreavi sudah terus mendukung karya-karya anak bangsa, demi kemajuan industri animasi dan hiburan di tanah air!

Link:

Ke wawancara dengan Kreavi:

https://www.instagram.com/p/CZoiWD9pB3V/?utm_source=ig_web_copy_link

Ke gallery website Kreavi:

https://www.kreavi.com/gallery

Final Fantasy Land: Hanya Sebatas Mimpi

Sebagai pecinta video game RPG khususnya franchise Final Fantasy seri 6, 7, 8, 9, dan 10, yang juga seorang antusias desain theme park, saya selalu bermimpi suatu saat di sebuah masa, akan hadir sebuah theme park bertemakan dunia Final Fantasy yang legendaris itu. Ya! Theme park yang mengangkat dunia fantasi khas Final Fantasy.

Selama ini, keindahan dunia Final Fantasy hanya dapat dinikmati dalam video game. Bagaimana jika dunia tersebut juga mendapat kesempatan dihadirkan di alam nyata, sama seperti dunia Star Wars di Disneyland, atau pulau mengapung milik Avatar (yang juga di Disneyland)?

Karena tahu semua hanya sebatas mimpi dan angan-angan belaka seorang fans yang tidak mampu berbuat apa-apa demi merealisasikan hal tersebut? Setidaknya, saya bisa mencoba melakukan apa yang saya bisa, yaitu digital art.

Jadi ini sedikit percobaan saya memvisualkan ‘bagaimana atmosfer taman hiburan bertemakan dunia Final Fantasy?’, lengkap dengan beberapa landmark ikonik dari seri FF, dari bangunan Shinra Corp, stadion Blitzball Luca di FF X, atau arsitektur khas Lindblum di FF IX. Belum lagi munculnya banyak tokoh-tokoh jagoan FF bisa berjalan kesana kemari, seperti Cloud, Vivi si penyihir ikonik FF IX, hingga kereta makanan Chocobo.

Apapun bisa dibuat, setidaknya jika hanya ide dan konsep, tidak ada sepeser pun dana yang diperlukan, bukan?

Apakah Anda seorang penggemar video game atau theme park?
Kira-kira, IP (judul video game) apa lagi yang cocok dibuatkan theme park nya?

Mainan baru: Blender!

Dari dulu, selalu penasaran ingin mengubah minimal satu desain food truck buatan sendiri dari project “Design 100 somethings” ke wujud 3d model. Meski saya bukan 3d modeller artist, tapi rasa penasaran ini harus bisa direalisasikan, cepat atau lambat.

Dan kesempatan itu pun datang, setelah kembali mengulik sendiri dengan menyaksikan tutorial 3d artist di Youtube tentang basic skill software bernama Blender.

Blender adalah software serba bisa untuk kebutuhan produksi 3d, entah film, short, animasi, dll, yang gratis! Luar biasa. Dengan kekuatan yang dimiliki, sang kreator memberinya gratis ke publik untuk dinikmati dan dieksplor.

Setelah berjuang keras selama kurang lebih 8 jam (dalam 2 hari) dan masih banyak kekurangan disana sini, berikut hasil perdana saya memodelling 3d menggunakan blender! Terimakasih sudah berkunjung!

The Beachbuds Released on Disney Hotstar+!

Saya tidak pernah memiliki pengalaman apapun dalam terlibat menciptakan sebuah IP (Intellectual Property), sebelum akhirnya bergabung dengan studio Jtoon Studios hingga sekarang.

Selama 6 tahun ditempa dalam proses yang panjang, menantang, dan sangat menuntut kesabaran tersebut, akhirnya saya dan tim dapat merasa lega ketika THE BEACHBUDS (link) resmi mendapatkan “rumahnya” untuk dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia dan negara-negara di wilayah Asia Tenggara, ketika Disney Hotstar+ tertarik memasukkan The Beachbuds ke dalam salah satu tayangan baru mereka untuk bulan Agustus 2021 lalu.

The Beachbuds sendiri merupakan pengembangan lebih advanced dari Beakbug (link), setelah mengalami berbagai perbaikan disana sini, mulai dari konsep, ide, cerita, hingga setting dan karakter. Semua bertujuan untuk membawa IP original milik Jtoon Studios Indonesia ini ke ranah internasional dengan tetap mengusung keindahan dan inspirasi dari salah satu pulau di Indonesia yang memang sudah sangat ikonik di mata dunia. Sebuah tantangan yang berat dan memberi banyak pelajaran bagi saya sebagai ilustrator dan artist.

Keterlibatan saya dalam project The Beachbuds adalah sebagai environment concept artist, yaitu bertanggungjawab menciptakan, mendesain, dan merancang dunia tempat para burung jalak bali lucu tersebut hidup, beraktivitas, dan bersenang-senang! Sebuah kebahagiaan tersendiri bisa dipercaya untuk membangun dunia imajinasi bernuansa tropical tersebut, mulai dari tahap sketsa, pendetailan hingga pewarnaan.

Salah satu konsep awal untuk dunia Beakbug, sebelum bertransformasi menjadi Zoobak Island.

Perjalanan The Beachbuds sejatinya baru saja dimulai, dan tentu masih harus banyak berbenah serta menerima masukan dalam prosesnya. Semua demi perbaikan karya, agar ke depan, lebih banyak lagi menelurkan kisah-kisah yang mampu menginspirasi dan menanamkan berbagai nilai positif kepada keluarga dan masyarakat.

Menjadi Manusia (lagi!)

Baru-baru ini, menikmati waktu berkualitas bersama istri, setelah anak tertidur dengan menyaksikan film dokumenter “The Social Dilemma”, di Netflix. Sebuah tayangan yang sudah lama istri saya rekomendasikan untuk ditonton. Agar bisa jadi bahan diskusi bersama. Ya. Diskusi antara suami dan istri di tengah larutnya malam.

Dan benar saja. Tepat setelah menyaksikannya, kami berdiskusi selama 2.5 jam hingga pukul 2 subuh lebih, mengenai banyak hal. Dan tanpa menyentuh sedikitpun gadget kami masing-masing. (spoiler alert!) Mulai dari isu sosial media, betapa para kreator di balik tiap platform sosial media berani jujur dan blak-blakan mengutarakan pandangannya, lalu efek dan pengaruhnya dalam kehidupan kita, hingga sampai ke bagaimana sikap tiap individu menyikapi hal tersebut. Bagaimana semua itu bisa mempengaruhi jati diri kita, sebagai umat manusia.

Manusia merupakan makhluk yang sangat spesial dan luar biasa. Dari mempelajari sejarah saja, kita sudah tahu betapa kreativitas dan gagasan manusia nyaris selalu bisa mengubah jalannya kehidupan dari abad ke abad. Termasuk sosial media. Saya pribadi, nyaris menggunakan semua platform media yang disebutkan di tayangan tersebut.

Mulai dari Twitter (untuk mendapatkan info cepat tentang Inter Milan, videogame, hingga politik!), Youtube (siapa yang tidak buka Youtube?!), Instagram (tempat menaruh karya-karya), Pinterest (sumber utama mencari inspirasi visual), dll. Hidup saya dapat dikatakan didominasi pengaruh platform-platform sosial media tersebut dari tahun ke tahun!

Yang menjadi menarik adalah semua hal tersebut tidak serta merta dapat disebut sebagai sumber utama masalah-masalah kehidupan manusia. Munculnya gerakan unsubscribe atau uninstall aplikasi-aplikasi yang dirasa memberi efek buruk pada turunnya tingkat produktivitas atau kesehatan mental manusia, hanya menjadi salah satu reaksi ekstrim dari penonton tayangan ini. Itu adalah hak mereka. Sah-sah saja.

Tetapi, kalau saya boleh secara jujur mengakui, bisa jadi, penyebab utama makin maraknya dampak negatif dari penggunaan sosial media dan semua platform tersebut ada di dalam diri kita masing-masing. Diri saya sebagai manusia. Semua itu tersimpan rapih di dalam hati dan kedalaman jiwa tiap individu.

Pengakuan. Pujian. Popularitas. Kenikmatan instant. Pemuas kebutuhan. Dan segala bentuk kehausan jiwa lainnya yang tampak bisa dipenuhi dalam rupa atraktifnya dunia sosial media. Maka, hidup sebagai orang tua yang bekerja sambil membesarkan putri berusia 3 tahun tidak akan lepas dari semua isu ini juga. Pelarian. Rehat sejenak. Itu adalah alasan-alasan manusiawi yang bisa digunakan. Yang saya pun gunakan.

Tapi, diskusi panjang kami pun sampai pada suatu kesimpulan yang dapat disepakati bersama. Semua selalu bermuara kepada insan bernama manusia. Apakah ia mau secara sadar dan berani menjadi manusia lagi seutuhnya? Diawali dengan kesediaan mengambil alih jalannya kehidupan yang sebelumnya sangat tergantung (atau diatur) oleh alat maha dahsyat bernama sosial media (juga gadget), atau secara rela dan pasrah dikendalikan sepenuhnya olehnya?

Langkah praktis kami. Memasang apps pengendali/ pemantau/ pembatas waktu menggunakan smartphone/ apps di hp kami masing-masing. Dan seperti sudah diduga sebelumnya, betapa kegagalan demi kegagalan yang kerap terjadi. Upaya kami untuk perlahan tapi pasti untuk lepas dari ketergantungan ini amat melelahkan.

Tapi, ini adalah sebuah proses. Proses yang panjang. Tapi, kami berdua sepakat malam itu, semua akan membuahkan hasil yang tidak akan pernah disesali. Bagi kami maupun anak kami kelak.

Sketch Our Playground Contest

Di masa-masa WFH dan #dirumahaja ini, seorang teman memberi informasi mengenai adanya kontes menggambar sketsa sebuah tempat bermain atau playground. Tampaknya ini merupakan kesempatan berlatih yang bagus bagi saya. Mengisi hari untuk hal yang produktif.

Maka saya pun segera mengumpulkan referensi, membangun tekad dan menyiapkan mental. Bukan untuk hadiah, tapi untuk tenggelam dalam proses yang tentu akan membutuhkan energi, konsentrasi, ide, kreativitas dan daya tahan, demi selesainya karya tersebut. Sekali lagi, tidak mau terjebak di mental ‘semangat di awal, runtuh di akhir.’ Finished, not perfect.

Berikut adalah sketsa yang saya masukkan di kontes #sketchourplayground ini.

Tigor_sketch_our_playground_buds_by_shangrila

Sedikit berbagi tahap pembuatannya:

Semoga bisa terus berkembang dalam hal sketsa. Baik secara tradisional, maupun digital.

Apa yang ‘WFH’ ajarkan pada Saya

‘WFH’ mendadak menjadi hits.

Istilah yang memang sudah ada sebelumnya itu, kini mendadak trending di Indonesia. ‘WFH’ berarti ‘Work From Home’ merupakan salah satu cara yang dipakai perusahaan-perusahaan pemberi jasa, untuk mengijinkan pegawainya bekerja (layaknya di kantor, dengan jam kerja yang juga sesuai dengan aturan yang berlaku), tapi dari rumah. Ya, rumah masing-masing pegawai. Tidak diharuskan masuk ke kantor.

COVID-19 (yang hingga tulisan ini dibuatpun masih mewabah), telah membuat bukan hanya sedikit perusahaan memberlakukan ‘WFH’, tetapi sebagian besar perusahaan mau tidak mau melakukan sistem kerja ini. Khususnya di Jabodetabek. Hastag dirumahaja menjadi suatu yang biasa.

Begitu pun yang saya dan istri alami. Sampai kini, kami bahkan sudah mulai nyaman dan makin biasa dengan sistem kerja ini. Bagaimana tidak? Sudah 27 hari (termasuk weekend) saya menghabiskan waktu saya, bekerja, beraktivitas, dan lainnya, semua dari rumah. Sudah hampir 30 hari! Dahsyat.

Nah, jadi, apa yang ‘WFH’ sudah ajarkan bagi saya?

Tidaklah bijak kalau 27 hari dilewati tanpa adanya pembelajaran dan sesuatu hal positif yang bisa dipetik. Berikut ijinkan saya membagikan sedikit di antaranya (meski proses tentu masih berlangsung hingga kini!):

Mendefinisikan kembali arti menjadi orang tua yang sekaligus seorang profesional. 

Saat diharuskan tetap profesional di jam bekerja (Senin – Jumat), tetapi di waktu bersamaan, sang buah hati tentu juga makin bersemangat untuk meminta waktu dari orang tuanya untuk menemaninya main atau sekadar membalas celetukannya, karena kehadiran kita yang nyaris 24 jam (kecuali saat di kamar mandi atau me time) di dekatnya, maka, ini bisa menjadi sesuatu yang menantang.

Komitmen saya untuk tidak mengunci pintu kamar saat bekerja, memang berbuah situasi yang kadang tak dapat diduga. Dimana sang buah hati, bisa menginterupsi waktu bapaknya di depan laptop. Dan sudah pasti, rasa curiosity yang memuncak, membuatnya ingin masuk ke dunia bapaknya. 

Yang kebetulan dunia bapaknya adalah mirip dunianya juga. Membuat kartun. Dunia yang lucu. Tokoh yang kaya warna. Animasi. Ilustrasi berwarna dan menarik. Penuh imajinasi. Tentu semua hal ini makin menarik dia ingin terjun ke dalamnya. Ia pun mengeluarkan perkataan khasnya,

Apa itu bapak? (sambil menunjuk ke arah monitor laptop.. lalu beberapa detik kemudian) Bitha mau naik.”

Maksudnya mau naik ke atas pangkuan bapaknya. Mau dipangku menghadap layar laptop yang sedang aktif dan menampilkan berbagai informasi, yang kadang menarik, kadang tidak. Meski kalau ia cukup beruntung, ia bahkan melihat bapaknya sedang bekerja membuat sebuah karya. Ia selalu mendapat akses VIP melihat bagaimana bapaknya bekerja dari nol hingga hasil jadi!

Untungnya sang buah hati memang peduli pada bapaknya. Ia tahu bapaknya orang yang kalau bekerja, sepertinya fokus dan butuh konsentrasi. Ia tidak banyak melakukan hal-hal tak terduga seperti menekan tombol power (pernah sekali!), atau mengganggu waktu jam video call (karena feature mute segera diaktifkan). Saya cukup bersyukur untuk hal ini.

Alhasil, meski jam bekerja dan waktu istirahat memang ada. Tetapi bagi saya, keputusan untuk memberinya akses seluas-luasnya – asal masih dalam kadar yang tepat – untuk masuk ke dunia pekerjaan bapaknya – yang memang merupakan dunianya juga – merupakan salah satu cara yang cukup berhasil dalam meningkatkan bonding time antara bapak dan anak perempuannya.

ilustrasi_WFH

Ia akan sadar, meski bapaknya juga harus bekerja dari rumah, bukan berarti waktu bapaknya telah direnggut darinya saat tengah bekerja, melainkan, ia pun dapat masuk dan ikut menikmati proses di dalamnya. 

Bagaimana melewati waktu demi waktu tanpa menyesalinya.

Manajemen waktu menjadi sesuatu yang krusial di masa-masa WFH ini. Meski slot 8 jam sudah disimpan untuk waktu bekerja (9 pagi sampai 18 sore), tapi tentu masih menyisakan jam-jam berikutnya yang tidak kalah penting untuk digunakan dengan tepat.

Selain untuk menghabiskan waktu bersama keluarga, saya juga melihat ini menjadi kesempatan bagi saya untuk tetap produktif. Bukan hanya dalam pekerjaan, tetapi juga untuk pengembangan diri saya. Bagi seorang yang gemar membaca buku, waktu-waktu ini merupakan sesuatu yang istimewa.

Atau untuk mengerjakan personal work di jam setelah pekerjaan. Dan bahkan, bisa mengerjakan DIY (do-it-yourself project) untuk anak saya! Belum lagi kesempatan bagi saya untuk berlatih ‘turun tangan’ menangani kebersihan dan kerapihan rumah, bersama istri dan mertua. Bahu membahu bekerja sama menjaga keindahan dan kondisi rumah merupakan hal menarik yang bisa dilakukan.

Intinya, bagaimana kreatif dan cerdiknya kita untuk mengisi hari dengan hal seru dan positif. Sehingga tidak ada penyesalan di kemudian hari.

Kesempatan bagi lahirnya kebiasaan-kebiasaan baru yang, bisa berujung sesuatu yang hebat, atau malah menuju keterpurukan!

Poin yang mirip dengan yang sebelumnya. Kali ini berhubungan dengan habit atau kebiasaan. Sudah hampir 30 hari penuh saya bekerja dari rumah. Sudah tentu waktu tersebut cukup bagi saya mengembangkan habit baru yang ingin saya miliki dalam hari-hari saya. Bahkan setelah wabah COVID-19 ini berakhir.

Berolahraga tiap pagi, menjadi sesuatu yang akhirnya bisa saya lakukan dengan leluasa. Entah jogging di komplek perumahan, atau menggunakan apps panduan exercise dari rumah. Tidak perlu ke gym. Semua saya coba lakukan. Demi keringat, demi kesehatan.

Tidak ada ketergesa-gesaan karena harus memandikan anak, sarapan, mandi dan bersiap berangkat ke kantor dalam waktu yang relatif singkat. Atau, memberi waktu untuk bermeditasi dan membangun hubungan dengan Sang Pencipta, merupakan sebuah hal yang istimewa bagi orang kantoran seperti saya.

Teknologi, membuat tidak ada lagi batasan. Kemudahan itu ada dalam kendali kita. Tinggal bagaimana memaksimalkannya.

Beberapa kali saya mendapat kesempatan bergabung di sebuah diskusi jarak jauh, via fasilitas video calling, entah dengan rekan kantor, keluarga, dan komunitas. Benar-benar tidak ada batasan. Kendala hanya di faktor kecepatan koneksi internet yang berbeda. Kadang saya yang mengalami masalah, lain waktu, rekan lain yang mengalaminya.

Semua sudah kian mudah. Tinggal bagaimana saya dapat membagi waktu yang tersedia, dan memaksimalkannya untuk tetap membangun hubungan, dan tali silahturahmi dengan kerabat, rekan kerja, atau keluarga saya. Toh, kita semua adalah makhluk-makhluk sosial!

Kalau ada makhluk yang paling senang dengan kondisi ini, nama makhluk itu pastilah: BUMI.

Ya, planet kita tercinta. Bumi tampak lebih indah. Lebih biru. Lebih hidup dari sebelumnya. Terdengar kontradiksi, tetapi memang demikianlah faktanya. Berbagai sumber menyebutkan, kondisi bumi cenderung membaik. Tingkat polusi udara di berbagai kota besar, mengalami penurunan. Sesuatu yang amat sulit terjadi jikalau tidak ada wabah COVID-19, yang mengharuskan miliaran orang harus beraktivitas dari rumah. Blessing in disguise.


Akhir kata, semoga wabah CORONAVIRUS ini bisa segera reda dan hilang sepenuhnya. Sehingga Indonesia, dan seluruh dunia, bisa kembali bergerak, beraktivitas, dan berinteraksi dengan normal seperti sedia kala (minus, polusi yang juga tetap ditekan produksinya).

Tapi, jikalau belum akan terjadi dalam waktu dekat, maka, sudah menjadi tugas kita bersama, untuk dengan bijak mencoba mengisi hari-hari yang ada dari rumah kita masing-masing, dengan tetap sehat, tetap kreatif, dan tetap semangat.

Terimakasih sudah berkunjung dan menyempatkan membaca! Stay healthy, stay positive, and God bless!

 

‘Draw 100 somethings’ art challenge has finally ended!

Pada 20 Februari 2020, perjalanan panjang saya selama lebih dari setahun (tepatnya 1 tahun 1 bulan), dalam mengerjakan sebuah art challenge paling menantang dalam hidup dan karir saya. “draw100somethings” yang digagas oleh Jake Parker (kreator Inktober dan seorang ilustrator asal US (link)) , akhirnya berakhir dengan kesuksesan meski harus mengalami banyak tantangan sepanjang prosesnya.

Bagaimana tidak.

Menggambar, mendesain, dan mencoba konsisten berkarya di tengah rutinitas kehidupan, keluarga, pekerjaan, prioritas, dan kegiatan komunitas, amatlah sangat menantang. Belum lagi jatuh sakit dan hal-hal urgen lain yang harus diprioritaskan.

Tapi, akhirnya, dengan segala dukungan dari istri, rekan, bahkan follower di sosmed, saya dapat menyelesaikan apa yang sudah saya mulai pada 4 Januari 2019 lalu.

compile50acompile50b

Tujuan semula saya ‘nekad’ mencoba terjun ke art challenge ini tidak lain adalah untuk mengembangkan habit positif dalam kontinuitas berkarya. Selain tentu menajamkan kemampuan saya dalam mendesain, konsep, dan menggambar sebuah topik yang bagi saya, sangat menantang tapi menarik untuk dieksplor. FOOD TRUCK. 

Ini adalah kompilasi 100 desain food truck yang telah saya buat.

Mulai dari desain paling sederhana, sampai yang tersulit. Dari ide paling umum, sampai mencoba untuk ‘out-of-the-box’. Semua upaya dikerahkan. Segala hal dilakukan demi mencapai garis finis.

Bahkan, beberapa teman saya pun turut memberi sumbangsihnya berupa ide, dan berkolaborasi sampai fase pewarnaan. Terimakasih guys!

Kesimpulan?

Sebuah semangat dan gairah yang besar di awal sebuah project, tidak cukup untuk menyelesaikan sebuah perlombaan marathon yang panjang.
Tetapi dalam prosesnya, dibutuhkan banyak faktor pendukung demi suksesnya project tersebut. Mulai dari tekad yang kuat, pantang menyerah, dukungan orang sekitar, berani mengambil resiko, berkolaborasi, dan selalu bangkit setelah jatuh, merupakan elemen kunci yang saya pelajari.

Terimakasih sudah mengikuti perjalanan seru ini! Terimakasih sudah mampir ke art blog ini. Sampai jumpa di art challenge lainnya!

_________________________________________________________________________________

*bonus:

Ini adalah 3 desain favorit menurut saya pribadi.

7968FF7_foodtruck

 

LSD – Thunderclouds illustration

Mendapat inspirasi bisa dari apapun. Salah satunya adalah musik video. Baru-baru ini saya kembali diinspirasi video klip dari band kolaborasi LSD (Labrinth, Sia, Diplo) berjudul “Thunderclouds” (link).

Saya sangat menyukai palet warna dari video klip ini. Menurut saya sangat fantasi. Tidak cukup dengan itu, berbagai detil dalam video juga mendukung pernyataan saya ini. Mobil van panjang yang terbang, dilengkapi mesin seperti sayap dan bergaya sedikit steampunk, tapi interiornya agak crowded dengan berbagai ornamen bergaya etnik.

Sebagai concept artist, hal ini mendorong saya untuk mencoba menggunakan ide-ide ini untuk menghasilkan satu kreasi yang terinspirasi dari berbagai elemen dari video klip tersebut. Just wanna have fun with this fantasy illustration.

20.12.19

 

Visual Library: Pinterest

Mungkin sekitar 2010 lalu, sejak pertama kali Pinterest mulai beredar di internet, saya pun mulai menggunakan aplikasi tersebut. Dan hingga kini, Pinterest masih merupakan pilihan pertama saya jika berbicara tentang visual library.

Dengan pinterest, saya dapat mengumpulkan berbagai referensi visual yang tersebar di dunia maya, mulai dari ilustrasi, sketsa, foto, gambar, hingga quote-quote menginspirasi. Dan membaginya ke dalam berbagai kategori, untuk mempermudah klasifikasi jenis.

1

Sangat membantu dalam pekerjaan dan personal project.

Dunia anak: Ekspresi dan Kebebasan

Menjadi orang tua yang berusaha menemani anak saat bermain dan melatih kemampuan motoriknya dengan menggambar dan mewarnai, mengajarkan saya suatu hal yang baru dan menyenangkan.

Hal itu adalah kebebasan dalam berekspresi. Saat melihat anak mencorat coret dengan bebas di kertas yang sudah disediakan, dia sama sekali tidak takut salah, tidak kenal batasan, tidak ada apapun yang menghalanginya dalam menuangkan kreativitasnya.

Intinya, bebas. Tak ada batasan. Tak kenal aturan.

Hal ini amat berlawanan dengan profesi saya. Sebagai orang yang harus mampu menyediakan konsep dan desain untuk kebutuhan industri animasi, saya dituntut bekerja menghasilkan karya yang memiliki aturannya tersendiri, seperti deadline tertentu, belum lagi ilmu dan pengetahuan dasar bagi seorang artist yang harus diperhatikan seperti kerapihan garis, perspektif, komposisi, appealing design, dll.

Tapi, dengan sejenak memasuki dunia kebebasan anak-anak dalam berkarya, kembali membantu saya untuk refresh, relax, santai, bebas, dan hanya menikmati kesenangan dari aktivitas menuangkan corat coret liar itu.

Ini bukan tentang selalu menghasilkan masterpiece, tapi ini tentang menikmati perjalanan menjadi seorang kreatif dalam berkarya. Layaknya seorang anak yang lugu dan polos. Yang hanya mau menuangkan apa yang ia rasakan, dengan cara yang ia suka, tanpa batasan, tanpa segala kerumitan aturan.

Belajar dari ekspresi bebas seorang anak. Sebuah inspirasi tak ternilai dalam kehidupan.

Kerapihan rumah vs eksplorasi anak

Sejak memiliki anak, banyak perubahan terjadi dalam hidup keluarga saya. Mulai dari pengembangan habit-habit baru, penetapan skala prioritas, hingga detil-detil kecil semacam perubahan layout rumah dan kompromi terhadap kerapihan rumah.

Sebagai alumni desain interior – meski dalam pekerjaan, tidak terlalu banyak berkecimpung lagi di dalamnya – , maka, keinginan untuk memiliki interior rumah yang rapi, clean, estetis, dan terkonsep, tentu masih ada – meski kadarnya sudah kian kecil.

Tetapi, belakangan, saya pun berlatih banyak soal kompromi terhadap aspek kerapihan ini. Kehadiran sang buah hati telah mengubahnya. Kehadiran anak di rumah kami telah mewarnai hidup kami, sekaligus telah membukakan mata saya mengenai apa value yang keluarga saya ingin utamakan – di fase tumbuh kembang anak kami.

Yaitu aspek safety (keamanan bagi si anak lebih utama), explorable (masih tetap rapih, tetapi bukan berarti super kaku, tetapi memberi kebebasan bagi si anak untuk menjelajah, bermain dan bereksperimen), dan juga siap kotor (misal, karena aktivitas karya seni, melukis, dll, tak sengaja dinding dicorat-coret, lantai kotor, dll).

Source: link

Bukan dalam artian negatif, tetapi justru, saya dan istri tengah belajar menyediakan suatu environment tempat tumbuh si anak yang ‘sehat’ dan ‘siap’ untuk di-explore, berantakin, di-semrawut-in, dan cenderung tidak terlalu fokus di keindahan lagi.

Lagipula, keindahan rumah masih bisa diusahakan lagi, sementara, momen krusial perkembangan dan pertumbuhan anak saat ia bermain, belajar, eksperimen dan bereksplorasi, tidak selamanya ada. Cepat atau lambat, ia akan tumbuh semakin besar dan meninggalkan rumah ini. Momen itulah yang tak ternilai harganya.

Tentu kami tetap mendorong dan mendidik dia untuk ikut menjaga kebersihan rumah, buang sampah pada tempatnya, mengembalikan mainan ke rak asalnya, dan berbagai disiplin lainnya. Tapi, karena fokus keluarga kami ‘tidak lagi’ mengutamakan keindahan di atas segalanya, maka, kompromi pun sudah kami lakukan sedikit demi sedikit.

Yang menarik, justru dengan aktivitas beres-beres pasca bermain dan bereksperimen, bisa membuat hubungan orang tua dan anak kian dekat, karena dilakukan bersama-sama sambil menanamkan value-value kehidupan. Semoga apa yang kami upayakan ini, bisa berguna bagi kehidupannya kelak.

 

 

 

Reflect. Create. Impact

Akhirnya, saya memberanikan diri membagikan perjalanan saya dalam berlatih membuat video dan konten, dengan merilis akun Youtube saya (link disini).

Motivasi utamanya adalah untuk mendorong saya agar terus berusaha menghasilkan sesuatu (berupa video dan konten), yang semoga dari waktu ke waktu, dapat kian meningkat kualitasnya, baik dari pesan yang dibagikan, dan soal teknik dan ilmu videography. 

Saya banyak terinspirasi dari sebuah channel Youtube bernama “New Age Creator” (link). Sebuah channel video yang dibuat oleh lima orang pembuat konten, yang berasal dari berbagai belahan dunia. Mereka komit untuk membagikan video dan pesan yang unik dari tiap orang. Sekaligus menjadi wadah belajar videomaking dan berbagi value kehidupan.

Membuat video memang menarik. Karena, jenis konten ini mampu mencakup semua hal, seperti gambar, suara, gerakan, animasi, grafis, text, sesuai mood yang ingin disampaikan kepada audience.

Mengenai slogan ‘Reflect. Create. Impact’, saya ingin menjadikan channel ini menjadi sarana saya merefleksikan pemikiran dan ide saya, lalu dituangkan dalam wujud karya, yang (semoga) bisa memberi impact positif bagi tiap orang yang berkunjung di channel saya.

Saya masih terus belajar dan semoga bisa konsisten. Semangat!

FF VII Food Truck art collab!

Dengan antusias saya membagikan update terbaru ini. Yaitu sebuah kolaborasi menarik oleh saya dan Erick Sambora (portfolionya). Ia adalah rekan ilustrator, dan concept artist berbakat dengan style yang unik dan menonjol. Kami bekerja di studio yang sama hingga kini, sebagai environment concept artist.

Bermula dari kesamaan minat kami soal video game, playstation, dan Final Fantasy VII (game RPG produksi 1997 oleh Squaresoft – dulu, sebelum menjadi Square Enix), maka, kami sepakat melakukan kolaborasi untuk food truck hari ke-55 dari challenge Draw100somethings yang saya lakukan.

Sketsa oleh saya, dan pewarnaan dengan teknik 2D olehnya.

Gara-gara kolaborasi ini, keinginan bernostalgia memainkan game lawas macam FF7 pun tak terelakkan. Sebuah game yang akan selalu dikenang. Dan bukan suatu kebetulan. dalam waktu dekatpun, PS4 (konsol next-gen saat ini) bersiap merilis Final Fantasy VII Remake.

FF7_foodtruck_ColorFF7_foodtruck_TruckonlyFF7_foodtruck_Sketch

Connection before Correction

Baru-baru ini, saya berdiskusi dengan istri mengenai satu prinsip penting yang tanpa sadar, mungkin telah saya abaikan dalam relasi saya sehari-hari. Connection before correction.

Mudah untuk menegur, mengkritik, dan tergesa-gesa dalam menilai seseorang, entah itu pasangan, anak, rekan kerja, orang yang dimentor, sampai artis-artis di surat kabar, karena suatu kesalahan yang telah mereka lakukan. Kecenderungan kita tentu mudah terbawa dengan penggiringan opini yang terjadi nyaris tiap hari, tentang banyak topik, melalui berbagai media.

Mengkoreksi adalah tindakan yang menyatakan secara tidak langsung, bahwa, kita ‘lebih baik’ dari yang dikoreksi. Meski terkesan benar dan positif, tetapi, koreksi bisa jadi malah mempertegas kesan bahwa kita lebih pintar, lebih benar, lebih saleh, lebih dan lebih lainnya.

Apakah benar demikian? Apakah benar kita lebih unggul dari yang lain?

Yang lebih parah, kita menyampaikan koreksi kepada seseorang, tanpa terlebih dahulu mengedepankan faktor hubungan. Kita bahkan belum benar-benar connect dengan orang yang kita tegur. Tentu saja, orang tersebut cenderung akan defensif, tertutup, terganggu, dan menolak koreksi kita (meskipun positif, ada benarnya, dan konstruktif).

Semua dikarenakan hanya terlalu fokus mengkoreksi tanpa terlebih dulu membangun koneksi/ hubungan/ relasi (batin, hati, jiwa) dengan orang tersebut.

Bagi saya pribadi, prinsip connection before correction begitu penting dan dapat diterapkan di segala aspek dalam hubungan kita sehari-hari. Intinya, prinsip ini kembali mengingatkan manusia, untuk tidak lupa memanusiakan sesama manusia dalam hubungannya.

Jangan hanya tentang target-target. Espektasi. Goal. Objective. To-do-list. Program.

Harus berlatih lagi prinsip ini. Tidak boleh mengabaikan sisi kemanusiaan seseorang. Apa yang dipikirkannya. Apa perasaannya. Apa yang jadi keinginannya. Apa latar belakang kisahnya, dan sebagainya.

Selamat mencoba prinsip connection before correction!

connection before correction

 

Ide-ide untuk tetap Produktif meski Internet ‘down’

7Agustus19

Beberapa hari terakhir, internet kantor tengah ‘down’ alias tidak bisa berfungsi. Maka, tiap orang di kantor harus mencari cara agar meski offline, mereka tetap bisa berkarya, produktif dan tidak sepenuhnya tergantung dengan internet.

Saya pun menemukan beberapa cara untuk menghadapi situasi ini. Semoga bisa berguna! (oia, tips ini cocok untuk pekerja seni di bidang animasi, ilustrasi, dan sejenisnya. Tapi mungkin juga diterapkan dalam bidang pekerjaan lain).

  1. Tidak ada salahnya membuka pekerjaan-pekerjaan lama. Buka folder pekerjaan yang sudah lewat (proyek sebelumnya/ tak terpakai), bisa berupa foto, referensi, moodboard, dan bahkan desain yang tidak terpakai. Lalu lakukan redesign, repainting, color exercise, sketch, dan lainnya. Inspirasi juga bisa muncul dari ide-ide di pekerjaan sebelumnya.
  2. Ambil notebook. Saya sangat suka menulis. Maka, dengan notebook, saya dapat menuangkan ide-ide dan apa yang saya pikirkan mengenai peluang-peluang baru dalam berkreasi. Siapa tahu berguna untuk next personal project.
  3. Ambil sketchbook. Berusaha mengisi sketchbook (fisik) adalah sesuatu yang tengah saya perjuangkan. Meski alat-alat mutakhir seperti Wacom Cintiq pen tablet memang mempermudah flow kerja saya, tetapi, disiplin berlatih sketsa tradisional adalah suatu hal positif yang baik untuk dilakukan.
  4. Baca buku-buku yang tersedia di perpustakaan. Kebanyakan kantor-kantor sudah dilengkapi dengan perpustakaan. Begitu juga kantor yang bergerak di industri kreatif. Buku-buku kaya inspirasi yang saya suka pelajari, seperti the art of dan buku mengenai mendesain Disney (baik animasi, maupun theme park). Saya hanya perlu niat dan komitmen untuk memulainya dan akan terkejut dengan betapa banyak hal baru yang bisa didapat!
  5. Rapihkan meja kerja. Merapihkan meja kerja selagi offline juga merupakan hal produktif. Dengan meja yang rapih, maka pekerjaan akan dikerjakan dengan lebih efektif dan menyenangkan.
  6. Diskusi, brainstorm, kolaborasi. Saat sedang offline, adalah saat yang baik untuk berdiskusi dan bertukar pikiran dengan rekan kantor yang juga sedang stand-by. Entah membicarakan ide-ide baru, update industri kreatif, atau sekadar tukar ilmu. Bukan tidak mungkin, akan muncul inspirasi dalam berkreasi dari obrolan-obrolan spontan.

Art Collab!

Baru-baru ini berkesempatan berkolaborasi dengan sesama rekan artist di kantor, Anasetasia (link), dalam mewarnai project personal saya (yang masih on goingDraw 100 somethings – food truck.

Kolaborasi adalah hal positif yang bisa terjadi di kalangan pekerja kreatif. Karena, peluang untuk saling belajar, saling mendukung, dan meningkatkan skillset masing-masing kian terasah. Entah project di bidang yang sama (misal: desainer dengan desainer), atau bahkan kolab antar-disiplin keahlian (misal: concept artist dengan visual effect artist), dan seterusnya.

Ke depan, semoga akan terus membiasakan kolaborasi seperti ini. Untuk terus menciptakan atmosfer positif di tengah perkembangan industri kreatif Indonesia.

ice cream truck

f6759e47-14c9-4f6a-bbb7-718044f824a6

Original sketch : Tigor

Digital Parenting

Sejak mengemban tanggung jawab sebagai bapak, saya baru belajar apa yang namanya ‘mengasuh anak’. Ternyata mengasuh anak merupakan pekerjaan yang sangat sangat melelahkan.

Mulai dari memandikan, memakaikan baju, mengoleskan minyak, gosok gigi, menggendong dan menina-bobokan, menjemur di panas matahari, memastikan nyamuk tidak mengganggu tidur si bayi, menjaganya saat merangkak (kini berlari), menyuapi makan, dan hingga menemaninya bermain (dalam dan luar rumah) dan belajar (kognitif, motorik, linguistik, dll).

Saya memang belum pernah benar-benar ditinggal berdua saja dengan sang buah hati di rumah, karena alasan kebutuhan ASI nya masih kentara di malam hari. Tapi, dengan hanya mencicipi “sedikit” saja peran mengasuh tadi, sudah cukup membantu saya mengerti mengapa gaji seorang baby sitter amatlah besar!

Jelas sebuah pekerjaan yang menantang. Betapa saya angkat topi bagi setiap ibu-ibu di luar sana, baik ibu rumah tangga, home-schooling, maupun ibu yang bekerja sekaligus mengasuh anak. Dan tentu kontribusi para orang tua, mertua, kakek-nenek, opung, eyang yang juga merelakan waktu, energi, dan perhatian untuk mengasuh cucu kesayangan mereka. Terimakasih!

Namun, jika bicara mengenai mengasuh anak, tentu harus pula membahas ‘cara’ atau ‘metode’ seperti apa dalam menjalankan peran tersebut. Demi kebaikan dan perkembangan yang positif dari sang buah hati, tentu kita seharusnya memilih cara terbaik yang bisa kita terapkan bagi mereka.

Dan kini, di era digital dan serba canggih ini, lahirlah satu metode pengasuhan anak yang tanpa sadar sudah menjadi bagian hidup kita, tak terkecuali keluarga saya. Teknologi, internet, dan gadget adalah media yang kini sudah melekat dan tidak dapat dihindari dari hidup manusia modern.

Berbagai penelitian ternyata menyatakan penggunaan gadget yang berlebihan dan sejak usia dini pada balita dan anak-anak, bukanlah merupakan hal positif (silahkan buka video A, video B, dan video C berikut). Meski terbukti sangat meringankan beban para pengasuh (seperti saat menidurkan, membuat anak bisa tenang saat disuapi makan, atau kemudahan lainnya), secara umum, justru memiliki dampak negatif. Bahkan, kategori kecanduan gadget (internet) yang ekstrim, bisa disamakan dengan kecanduan alkohol dan rokok!

Hal negatif yang muncul seperti rentannya anak sejak dini mengalami kegelisahan (anxiety) bukannya rasa aman, mudah murung (depressed) bukannya kebahagiaan, dan stres (stress) bukannya ketenangan. Sangat ironis dan memprihatinkan mendengar fakta ini. Sebuah hal yang harus menjadi perhatian serius para orang tua di jaman sekarang ini.

Saya dan istri pun masih terus berjuang keras dalam mengasuh anak, dengan seminim mungkin pengaruh gadget, khususnya TV dan smartphone. Godaan untuk mengambil shortcut mudah itu selalu muncul. Energi yang dihabiskan untuk menemani si buah hati tanpa adanya bantuan gadget terbukti amatlah melelahkan.

Kita dituntut untuk mau repot dan capek. Harus kreatif, dan mencoba hal baru. Entah itu dengan baca buku, corat-coret, menggambar, aktivitas kerajinan tangan, menari, menyanyi, goyang-goyang tubuh, berperan sebagai kuda (juga singa), main puppet (boneka), main di halaman komplek, belajar buat es batu dan lain sebagainya.

Semua hal yang dapat meningkatkan stimulus positif dari dalam diri si anak, yang (sesungguhnya) bisa dilakukan dengan mudah melalui HP, kini, digantikan dengan aktivitas fisik. Sebuah hal yang kian menantang, mengingat rutinitas pekerjaan, pulang kantor, macet di jalan raya, atau berdesak-desakkan di kereta, telah menggerus energi kita seharian.

Tapi, mari sama-sama merenungkan sejenak, sesungguhnya apakah yang paling dibutuhkan mereka, anak-anak kita, setiap harinya, di masa kecilnya? Apa yang menjadi kebahagiaan mereka, kesenangan mereka, dan hal yang paling dinanti-nantikan oleh mereka setiap harinya?

Jawaban itu tidak lain adalah diri kita, para orang tua. Bapak, ayah, ibu, mama. Bersama kitalah, anak kita (di masa kecilnya) merasa amat bahagia, dan bukan bersama gadget. Menghabiskan waktu bersama kitalah, anak kita merasa paling disayangi, bukan dengan menghabiskan berjam-jam di depan monitor gadget. 

Saya tidak anti-gadget. Saya bahkan amat menggilai gadget. Saya memiliki laptop untuk bekerja tengah malam, atau smartphone yang menjadi alat meningkatkan produktivitas saya sehari-hari, Wacom Intuos untuk berkarya, belum lagi TV, dan PS3 yang adalah bagian dari kesenangan saya. Saya jelas seorang gadget freak dan pengguna rutin gadget!

Tetapi, jika karena benda-benda mati itu, kehidupan dan perkembangan anak saya akan mengalami gangguan karena pengaruh-pengaruh negatif. Saya berkomitmen (minimal untuk diri saya sendiri), agar sedapat mungkin, jika itu tergantung pada saya, maka saya akan dengan bijak menggunakan gadget di depan anak saya, dan lebih banyak memberi diri saya baginya, secara penuh, bukan setengah hati.

Pada masa kecilnya. Untuk masa depannya.

Semoga saya, dan istri, terus bisa “hadir” secara hati, jiwa dan fisik baginya. Buah hati kesayangan, yang adalah pemberian Tuhan.

ilustrasi quality time dengan anak

 

 

 

Perenungan di Usia Baru

Tulisan ini menandai perjalanan baru saya yang kian ‘matang’. Resmi 33 tahun sudah saya hidup di bumi. Sudahkah saya memberi sumbangsih yang positif bagi sesama?

Saya menyadari, betapa cepat dan dinamisnya kehidupan itu. Seperti perumpamaan sebuah bola. Ada saat mencicipi kebahagiaan – ketika sedang di bagian atas bola; ada saat menjemput kedukaan – ketika sedang di dasar bola. Itu yang baru saja komunitas tempat saya tumbuh dan hidupi selama ini, alami.

Ada keluarga yang berduka ditinggal anggota keluarga terkasih, ada keluarga muda yang baru menyambut sang buah hati yang terkasih. Kedua peristiwa ini, terjadi hanya dalam rentang waktu 24 jam.

Ilustrasi_roda_kehidupan

Itulah hidup. Realita yang tidak bisa dihindari umat manusia. Kebahagiaan dan kedukaan bisa datang silih berganti. Begitu dinamis. Begitu real. Apakah manusia sehingga bisa (seolah) mereka-reka nafasnya? Bisa menata rapi jalur usianya? Semua ini hanya anugerah dan suatu hak istimewa dari Yang Maha Esa. Bagaimana mempertanggungjawabkan nafas hidup hari demi hari.

Semoga saya bisa mengisi kehidupan dengan hal bermakna. Sebagai manusia yang banyak kekurangan, yang ingin terus belajar dan memberi impact positif bagi sekitar.

Terimakasih Tuhan untuk usia baru ini.

 

 

Foodie Art Challenge (Part 3) – Completed

Sebuah kerja keras amat dibutuhkan untuk menuntaskan sebuah art challenge sebulan penuh. Di tengah kesibukan, rutinitas, dan pekerjaan utama di sebuah perusahaan animasi, adalah sebuah keharusan bagi saya untuk tetap mempertajam diri, dengan sebuah personal project. 

Sejak awal, tujuan art challenge ini adalah agar saya tetap bisa bersenang-senang dan terus berkarya. Tidak stuck dengan pekerjaan rutin. Sehingga pikiran tetap segar, imajinasi terus dipertajam, dan kesempatan melatih konsistensi.

Akhirnya, perjalanan itu berakhir. Art Challenge di bulan Mei 2019 dengan tema ‘makanan’ ini pun tuntas. Mungkin bukan 31 karya yang masterpiece dan sempurna. Tetapi, saya lebih mengedepankan konsistensi, habit positif dalam berkarya, dan kemampuan berpikir kreatif sesuai tema yang ditentukan.

Terimakasih sudah mengikuti art journey saya selama ini.

 

Foodie Art Challenge (Part 2)

Meski semakin sulit mencari waktu belakangan ini untuk menggambar food art challenge kantor, akhirnya, saya tetap dapat menghasilkan beberapa update karya. Meski harus diakui, saya tidak sepenuhnya puas dengan beberapa diantaranya.

Tapi, hey! ini bukan tentang menciptakan masterpiece dan karya sempurna! Tapi terlebih penting: konsistensi, habit positif, belajar sambil berkarya, dan terus mengasah daya imajinasi. 

Finished. Period. Not perfect. Period.

Studi color key Big Hero 6

Salah satu animasi terkeren menurut saya. Big Hero 6. Desain dunia yang wow! San Fransokyo! Lalu desain karakter yang super appealing dan lovable. Seperti Baymax, Hiro, dan para kru lainnya. Sangat berkelas dan menghibur, juga menyentuh.

big_hero_6_thumbnail

Saya mencoba menangkap mood, color, ambience, pencahayaan dan sedikit detil dari scene-scene menarik dari keseluruhan film. Banyak sekali scene keren untuk di-repaint, tapi inilah 9 panel scene yang menurut saya, sedikit menggambarkan cuplikan kisah animasi keren karya Disney ini. Maaf jika ada scene favorit teman-teman pembaca yang tidak tergambar disini.

Latihan yang seru, menantang, dan cukup sulit. Karena kompleksitasnya, detilnya, dan kadang perpaduan warna yang kaya dan sangat membingungkan. Bagaimana menemukan warnanya. Campuran warna apa saja yang ada di sebuah scene itu.

Saya memakai program Adobe Photoshop dalam semua proses digital painting ini. Dan SAMA SEKALI TIDAK menggunakan fitur eyedropper/ pick color, untuk mengambil sampel warnanya. Jadi saya ‘nekad’ meramu dan menebak sendiri paduan warna di tiap scene. Rata-rata waktu pengerjaan adalah antara 25 menit sampai 1 setengah jam per scene nya. Tapi ini sebuah latihan yang baik untuk, setidaknya, mencoba mendekati mood dan atmosfer dari scene yang dijadikan referensi. Scene mana dari film Big Hero 6 yang rekan-rekan pembaca paling suka?

color_key_big_hero_6_DONEcolor_key_big_hero_6_scene9color_key_big_hero_6_scene8color_key_big_hero_6_scene6color_key_big_hero_6_scene5color_key_big_hero_6_scene4color_key_big_hero_6_scene3color_key_big_hero_6_scene2color_key_big_hero_6_scene1color_key_big_hero_6_scene7

 

Babak baru dalam perjalanan kreatif saya!

Setelah 6 tahun 9 bulan berkarya dan belajar banyak di sebuah studio IP creation bernama Jtoon Studios, pada akhir April 2022 lalu, saya resmi mengakhiri petualangan luar biasa saya tersebut. Tak terhitung banyaknya pengalaman, kejadian, dan momen unik, haru, menyenangkan, intens, dan memorable yang akan selalu saya ingat dalam pikiran. Bersama rekan-rekan yang akan selalu menjadi bagian hidup saya.

Project demi project dikembangkan bersama. Mulai dari proses riset, benchmarking, brainstorm, visual development, animasi, voice over, trail error, proses eksperimen, berkolaborasi, acara kebersamaan, hingga perayaan ketika kerja keras kita berhasil dirilis, atau mencoba bangkit untuk setiap ide yang saya pikir cukup potensial, namun ternyata belum layak untuk direalisasikan.

Segudang kurikulum pelajaran yang sangat berharga yang makin membuat hati saya penuh dengan rasa syukur atas kesempatan bisa bergabung di studio yang berlokasi di Gading Serpong tersebut.

Terimakasih untuk segala nya, Jtoon!

***

Beberapa bulan berlalu, kini, persinggahan berikutnya dalam karir justru terjadi di saat-saat yang tidak terduga. Masa pandemi yang masih begitu menantang bagi kehidupan kita semua, membawa satu kesempatan yang langka bagi saya, ketika dilibatkan untuk berkontribusi dalam sebuah project ‘tanpa nama’, yang saya juga masih blank ketika pertama mendengarnya. Apakah ini jalan berikutnya?

Telkom menjadi pelabuhan karir saya yang naik turun, penuh pelajaran, dan tentu menambah banyak kenalan baru dari berbagai latar belakang berbeda, baik skillset, kompetensi, hingga lokasi yang beragam di Indonesia! Tidak pernah bermimpi bahwa minat dan passion saya akan dunia concept art khususnya environment design yang terus coba saya dalami ini bisa berguna untuk industri telekomunikasi, digital, terutama dalam pengembangan suatu produk milik sebuah BUMN di negeri ini!

Semoga saya bisa belajar banyak di titik hidup baru ini, kembali memasang telinga lebar-lebar untuk bersedia mendengar banyak hal baru, ilmu baru, dan istilah baru. Dari satu titik ke titik lainnya. Bukan sekadar bertahan hidup, tetapi, semoga bisa memberi sedikit kontribusi bagi apapun hal besar kecil yang menanti di depan sana. Sebuah lembaran baru dalam perjalanan karir saya yang masih harus terus diasah dan didewasakan.

Kompetisi Art: “Gaomon Environment Design”

Sudah lama saya tidak sempat mengikuti kompetisi art apapun. Dan ketika saya melihat brosur ini (link), maka saya membulatkan tekad untuk setidaknya mencoba memasukkan desain saya. Sebagai bentuk disiplin, latihan, dan sarana penajaman skill yang kalau tidak diasah tentu akan kian hilang.

Apapun hasilnya, yang penting saya sudah berusaha. Semoga yang terbaik yang menang!

Viking Shipyard final image
Semua berawal dari ide sketsa kasar