‘WFH’ mendadak menjadi hits.
Istilah yang memang sudah ada sebelumnya itu, kini mendadak trending di Indonesia. ‘WFH’ berarti ‘Work From Home’ merupakan salah satu cara yang dipakai perusahaan-perusahaan pemberi jasa, untuk mengijinkan pegawainya bekerja (layaknya di kantor, dengan jam kerja yang juga sesuai dengan aturan yang berlaku), tapi dari rumah. Ya, rumah masing-masing pegawai. Tidak diharuskan masuk ke kantor.
COVID-19 (yang hingga tulisan ini dibuatpun masih mewabah), telah membuat bukan hanya sedikit perusahaan memberlakukan ‘WFH’, tetapi sebagian besar perusahaan mau tidak mau melakukan sistem kerja ini. Khususnya di Jabodetabek. Hastag dirumahaja menjadi suatu yang biasa.
Begitu pun yang saya dan istri alami. Sampai kini, kami bahkan sudah mulai nyaman dan makin biasa dengan sistem kerja ini. Bagaimana tidak? Sudah 27 hari (termasuk weekend) saya menghabiskan waktu saya, bekerja, beraktivitas, dan lainnya, semua dari rumah. Sudah hampir 30 hari! Dahsyat.
Nah, jadi, apa yang ‘WFH’ sudah ajarkan bagi saya?
Tidaklah bijak kalau 27 hari dilewati tanpa adanya pembelajaran dan sesuatu hal positif yang bisa dipetik. Berikut ijinkan saya membagikan sedikit di antaranya (meski proses tentu masih berlangsung hingga kini!):
Mendefinisikan kembali arti menjadi orang tua yang sekaligus seorang profesional.
Saat diharuskan tetap profesional di jam bekerja (Senin – Jumat), tetapi di waktu bersamaan, sang buah hati tentu juga makin bersemangat untuk meminta waktu dari orang tuanya untuk menemaninya main atau sekadar membalas celetukannya, karena kehadiran kita yang nyaris 24 jam (kecuali saat di kamar mandi atau me time) di dekatnya, maka, ini bisa menjadi sesuatu yang menantang.
Komitmen saya untuk tidak mengunci pintu kamar saat bekerja, memang berbuah situasi yang kadang tak dapat diduga. Dimana sang buah hati, bisa menginterupsi waktu bapaknya di depan laptop. Dan sudah pasti, rasa curiosity yang memuncak, membuatnya ingin masuk ke dunia bapaknya.
Yang kebetulan dunia bapaknya adalah mirip dunianya juga. Membuat kartun. Dunia yang lucu. Tokoh yang kaya warna. Animasi. Ilustrasi berwarna dan menarik. Penuh imajinasi. Tentu semua hal ini makin menarik dia ingin terjun ke dalamnya. Ia pun mengeluarkan perkataan khasnya,
“Apa itu bapak? (sambil menunjuk ke arah monitor laptop.. lalu beberapa detik kemudian) Bitha mau naik.”
Maksudnya mau naik ke atas pangkuan bapaknya. Mau dipangku menghadap layar laptop yang sedang aktif dan menampilkan berbagai informasi, yang kadang menarik, kadang tidak. Meski kalau ia cukup beruntung, ia bahkan melihat bapaknya sedang bekerja membuat sebuah karya. Ia selalu mendapat akses VIP melihat bagaimana bapaknya bekerja dari nol hingga hasil jadi!
Untungnya sang buah hati memang peduli pada bapaknya. Ia tahu bapaknya orang yang kalau bekerja, sepertinya fokus dan butuh konsentrasi. Ia tidak banyak melakukan hal-hal tak terduga seperti menekan tombol power (pernah sekali!), atau mengganggu waktu jam video call (karena feature mute segera diaktifkan). Saya cukup bersyukur untuk hal ini.
Alhasil, meski jam bekerja dan waktu istirahat memang ada. Tetapi bagi saya, keputusan untuk memberinya akses seluas-luasnya – asal masih dalam kadar yang tepat – untuk masuk ke dunia pekerjaan bapaknya – yang memang merupakan dunianya juga – merupakan salah satu cara yang cukup berhasil dalam meningkatkan bonding time antara bapak dan anak perempuannya.

Ia akan sadar, meski bapaknya juga harus bekerja dari rumah, bukan berarti waktu bapaknya telah direnggut darinya saat tengah bekerja, melainkan, ia pun dapat masuk dan ikut menikmati proses di dalamnya.
Bagaimana melewati waktu demi waktu tanpa menyesalinya.
Manajemen waktu menjadi sesuatu yang krusial di masa-masa WFH ini. Meski slot 8 jam sudah disimpan untuk waktu bekerja (9 pagi sampai 18 sore), tapi tentu masih menyisakan jam-jam berikutnya yang tidak kalah penting untuk digunakan dengan tepat.
Selain untuk menghabiskan waktu bersama keluarga, saya juga melihat ini menjadi kesempatan bagi saya untuk tetap produktif. Bukan hanya dalam pekerjaan, tetapi juga untuk pengembangan diri saya. Bagi seorang yang gemar membaca buku, waktu-waktu ini merupakan sesuatu yang istimewa.
Atau untuk mengerjakan personal work di jam setelah pekerjaan. Dan bahkan, bisa mengerjakan DIY (do-it-yourself project) untuk anak saya! Belum lagi kesempatan bagi saya untuk berlatih ‘turun tangan’ menangani kebersihan dan kerapihan rumah, bersama istri dan mertua. Bahu membahu bekerja sama menjaga keindahan dan kondisi rumah merupakan hal menarik yang bisa dilakukan.
Intinya, bagaimana kreatif dan cerdiknya kita untuk mengisi hari dengan hal seru dan positif. Sehingga tidak ada penyesalan di kemudian hari.
Kesempatan bagi lahirnya kebiasaan-kebiasaan baru yang, bisa berujung sesuatu yang hebat, atau malah menuju keterpurukan!
Poin yang mirip dengan yang sebelumnya. Kali ini berhubungan dengan habit atau kebiasaan. Sudah hampir 30 hari penuh saya bekerja dari rumah. Sudah tentu waktu tersebut cukup bagi saya mengembangkan habit baru yang ingin saya miliki dalam hari-hari saya. Bahkan setelah wabah COVID-19 ini berakhir.
Berolahraga tiap pagi, menjadi sesuatu yang akhirnya bisa saya lakukan dengan leluasa. Entah jogging di komplek perumahan, atau menggunakan apps panduan exercise dari rumah. Tidak perlu ke gym. Semua saya coba lakukan. Demi keringat, demi kesehatan.
Tidak ada ketergesa-gesaan karena harus memandikan anak, sarapan, mandi dan bersiap berangkat ke kantor dalam waktu yang relatif singkat. Atau, memberi waktu untuk bermeditasi dan membangun hubungan dengan Sang Pencipta, merupakan sebuah hal yang istimewa bagi orang kantoran seperti saya.
Teknologi, membuat tidak ada lagi batasan. Kemudahan itu ada dalam kendali kita. Tinggal bagaimana memaksimalkannya.
Beberapa kali saya mendapat kesempatan bergabung di sebuah diskusi jarak jauh, via fasilitas video calling, entah dengan rekan kantor, keluarga, dan komunitas. Benar-benar tidak ada batasan. Kendala hanya di faktor kecepatan koneksi internet yang berbeda. Kadang saya yang mengalami masalah, lain waktu, rekan lain yang mengalaminya.
Semua sudah kian mudah. Tinggal bagaimana saya dapat membagi waktu yang tersedia, dan memaksimalkannya untuk tetap membangun hubungan, dan tali silahturahmi dengan kerabat, rekan kerja, atau keluarga saya. Toh, kita semua adalah makhluk-makhluk sosial!
Kalau ada makhluk yang paling senang dengan kondisi ini, nama makhluk itu pastilah: BUMI.
Ya, planet kita tercinta. Bumi tampak lebih indah. Lebih biru. Lebih hidup dari sebelumnya. Terdengar kontradiksi, tetapi memang demikianlah faktanya. Berbagai sumber menyebutkan, kondisi bumi cenderung membaik. Tingkat polusi udara di berbagai kota besar, mengalami penurunan. Sesuatu yang amat sulit terjadi jikalau tidak ada wabah COVID-19, yang mengharuskan miliaran orang harus beraktivitas dari rumah. Blessing in disguise.
Akhir kata, semoga wabah CORONAVIRUS ini bisa segera reda dan hilang sepenuhnya. Sehingga Indonesia, dan seluruh dunia, bisa kembali bergerak, beraktivitas, dan berinteraksi dengan normal seperti sedia kala (minus, polusi yang juga tetap ditekan produksinya).
Tapi, jikalau belum akan terjadi dalam waktu dekat, maka, sudah menjadi tugas kita bersama, untuk dengan bijak mencoba mengisi hari-hari yang ada dari rumah kita masing-masing, dengan tetap sehat, tetap kreatif, dan tetap semangat.
Terimakasih sudah berkunjung dan menyempatkan membaca! Stay healthy, stay positive, and God bless!